Ini kali ketiga aku ke Takengon, Aceh Tengah. Tanpa kurencanakan, adik dan ipar mengajak kami liburan kemari lagi dengan itinerary yang sudah mereka susun – karena memang mereka sering main kemari. Singkat namun berkesan dan cocok sekali jadi rekomendasi liburan bersama keluarga atau teman teman.
Kami berangkat dari Bireun Aceh sekitar pukul 19.30 WIB dan sampai di Takengon sekitar jam 22.00 WIB. Sebelum berangkat, kami sudah makan malam, namun cuaca dengan suhu 16 derajat membuat lapar itu datang kembali.
Kami pun menikmati makan malam lagi di salah satu tempat makan (lupa pula namanya) yang menyajikan mie Aceh, martabak, nasi goreng, roti Jhon, sate Matang, dan lainnya. Rasa – rasanya tidak ada perbedaan harga makanan meski ini destinasi wisata. Ada banyak penginapan, mulai dari hotel berbintang dan homestay syariah di sini, atau kita juga dapat memilih camping di tepi danau.
Baca juga : Liburan ke Bireun: Wisata Alam, Kota, dan Kuliner.
Menikmati Udara Pagi dan Sarapan di Bur Telege
Pagi hari, kami menikmati sarapan di Bur Telege yang berlokasi di Hakim Bale Bujang, Kec. Lut Tawar, Kabupaten Aceh Tengah. Dari lokasi ini, kita bisa menikmati pemandangan perbukitan, danau Lot Tawar, dan hamparan kota Takengon. Jika tidak menginap di vila yang ada di Bur Telege, maka pengunjung harus memakirkan kendaraan di tempat yang disediakan kemudian berjalan menuju puncak gemilang cahaya. Tidak begitu jauh tapi agaknya menguras tenaga, namun ada pemandangan indah yang bisa dinikmati di tiap langkahnya. Bukan pelit, tapi memang lahan parkir di atas sangat terbatas. Destinasi ini dibuka mulai pukul 7 pagi hingga 9 malam.
Kita bisa memesan makanan di sini atau boleh juga membawa makanan dan minuman dari luar, asal tetap menjaga kebersihan. Ada sejumlah meja dan kursi untuk duduk duduk, ayunan, toilet, dan penyewaan tenda camping. Instagramnya ada di @burtelege.
Mengelilingi Danau Lot Tawar dengan Perahu
Selesai dari Bur Telege, kami menuju dermaga menunggu kapal untuk mengarungi danau Lot Tawar, tepatnya di Tambatan Perahu Lot Kala.
Tambatan ini dapat dijangkau dengan kendaraan roda dua atau empat, yang jaraknya sekitar 5 menit dari pusat kota Takengon.
Untuk menaiki kapal ini dikenakan tarif Rp 20.000/orang, mungkin tarif hari libur dan hari kerja berbeda, saat itu kami berkunjung di hari libur. Petugas kapal (apalah bilangnya) terlihat sangat passionate – ia dengan antusias menawarkan untuk mengambil gambar tiap penumpang tanpa dikenakan biaya tambahan. Aku bilang ke Nua,
“Nak, hirup udaranya, segar sekali kan? Dengar itu suara deburan airnya.”
Santai Sejenak dan Dzuhur di Masjid Tepi Sungai, Masjid Al Munawarah Uning
Setelah berkeliling danau, kami lanjut menuju masjid Al – Munawarrah Uning. Masjid ini berada di tepi sungai yang jernih.
Kami pikir akan melanjutkan solat zuhur di sini, namun ternyata waktu dzuhur masih lama lagi. Jadi kami hanya duduk duduk di pinggiran masjid sambil melihat orang orang yang tengah rafting dengan perahu karet melintas. Iya, di Takengon kalian juga bisa rafting menyusuri sungai!
“Dadaaaa, dadaaaa, Om! Semangat!” Nua kerap berteriak tiap kali ada yang lewat dan sapaan itu pun berbalas.
Makan Siang di Gegarang Resto
Gegarang Resto berlokasi di JRGH+4CQ, Tansaril, Kec. Bebesen, Kabupaten Aceh Tengah, Aceh 24471. Resto ini cocok sekali menjadi pilihan makan bersama keluarga. Tempatnya luas, tersedia lesehan ataupun kursi – meja.
Selain itu, tersedia toilet, mushola, dan kolam ikan. Menunya banyak sekali, di antaranya makanan khas Aceh seperti ikan asam jing. Harganya terjangkau, atau bisa dibilang standar, ya. Saat jam makan siang, restonya sangat ramai. Pelayanannya ramah dan cepat tanggap.
Ngopi di A.R.B Coffee
Kayaknya enggak ada sih hubungan A.R.B ini dengan Abu Ridzal Bakrie. Tapi kopi di sini menjadi favorit adik dan iparku. Setiap mereka mengajak kami ke Takengon pasti singgah kemari. Dan ini kali ini merupakan kedua kalinya aku kemari.
Kopi ini sepertinya merupakan salah satu yang popular di Takengon, terlihat dari terpajangnya foto pejabat dan artis yang singgah kemari. Terdapat indoor ataupun outdoor, mushola, juga toilet.
Membeli Biji Kopi di Kilang H. Aman Kuba
“Ini legend, Kak.” Begitu semangatnya adikku memperkenalkan kilang kopi ini. Adikku yang penikmat kopi dengan semangat singgah kemari untuk membelikan suamiku dan adik bungsu kami oleh oleh kopi H. Aman Kuba.
“Aman” sendiri dalam bahasa Gayo berarti ayah. Usaha kopi ini sudah ada sejak 1947, gudangnya dipakai permanen sejak 1957 dan masih dapat kita saksikan hingga kini. Kilang kopi yang telah beroperasi selama tiga generasi ini menjadi saksi sejarah kopi Gayo melintasi bukan hanya provinsi namun juga ke luar negeri.
Singgah ke Natural Park
Ini adalah taman, ya namanya juga "park", ya. Dikenakan tiket masuk di sini sebesar Rp 15.000/orang, anak dengan tinggi di bawah 95 cm gratis masuk. Terdapat berbagai permainan untuk anak, seperti balance bike, panjat tebing, dan sebagainya. Kami cuman beneran singgah doang, enggak sampai masuk karena saat melirik jam tangan, ternyata sudah kesorean, kami harus segera kembali.
Membeli Alpokat di Perjalanan Pulang
Ada sejumlah pedagang bahkan pengepul pokat di perjalanan pulang. Tidak perlu mengitar ngitar Takengon, kita dapat menemukannya di sejumlah tempat saat perjalanan misalnya di Bener Meriah. Alpokatnya mantap dan dibandrol dengan harga sekitar Rp 12.000 – 15.000 per kilo.
Alam yang indah, makanan yang halal dan enak yang mudah didapat, harga makanan dan tiket yang terjangkau, dan udara yang segar menjadi daya tarik Takengon, di samping keramahan penduduknya. Ada banyak tempat dan experience yang belum sempat kami coba di Takengon, namun perjalanan sehari saja pun terasa menyegarkan. Bagaimana, tertarik mengunjungi Takengon - kota di atas awan?
Menenangkan sekali, sejuk-sejuk memanjakan mata gitu. Memanjakan perut juga. Natural park nya gak ada Linkin nya tapi.
BalasHapus