Denok, Si Gadis Kecil dan Impiannya

Cerita Anak

"Bi, Denok enggak mau simpan uang lagi! Enggak mau nabung! Benci!" Semua diam. Mereka terkejut melihat Denok yang tak pernah marah sebelumnya. Denok berlari ke kamarnya dan menangis terisak. 

***

Denok, namanya. Kini duduk di kelas dua sekolah dasar. Ia tinggal di sebuah panti asuhan bersama tujuh anak lainnya. Ini adalah tahun ketiga ia tinggal di sana.

"Denok tinggal dengan bibi saja, ya? Nanti sekolah di sana. Di sini enggak ada yang jaga Denok." Bujuk bibi yang bekerja sebagai ibu asrama di sebuah panti asuhan, selang sepekan setelah kedua orang tua Denok meninggal dunia karena musibah kecelakaan lalu lintas. 

Awalnya, Denok tidak ingin pindah. Ia ingin setiap hari dapat menjenguk pusara bapak dan ibunya. Bibi terus berusaha membujuk hingga akhirnya gadis kecil berambut ikal itu pun menurut.

***

Meski sedikit pendiam, Denok adalah anak yang baik hati dan suka sekali membaca. Dua ratus meter dari panti, ada sebuah taman baca masyarakat yang bernama Taman Baca Mentari. Tempatnya kecil namun dipenuhi buku-buku yang menarik. Anak perempuan yang suka warna kuning itu senang sekali berlama-lama di sana. Kadang, dia bisa lupa waktu hingga dijemput bibinya.

Suatu hari di Taman Baca Mentari ia membaca sebuah majalah anak - anak yang berjudul "Si Otang yang Pandai Beternak". Dalam kisah itu, Si Otang memelihara ayam - ayamnya dengan teliti dan sabar, hingga ayam - ayam Otang pun bertelur puluhan butir. Sebagian telur ayam itu dirawat hingga menetas, sebagian lagi telurnya dimakan. Otang pun senang sekali makan telur rebus hingga badannya sehat dan kuat.

Denok yang melihat gambar Otang makan telur rebus dengan lahap, membuat ia ingin makan telur rebus juga.

"Besok aku tidak usah jajan, jadi uang jajanku bisa beli telur. Tapi kalau hanya beli satu, bagaimana dengan teman-teman yang lain? Oh, kalau aku tidak jajan seminggu, aku bisa beli telur untuk semua teman di asrama. Lalu kami bisa makan telur rebus sore-sore seperti Si Otang."

Denok tersenyum memikirkan rencananya. Setelah tujuh hari tidak jajan, Denok memberikan sepuluh butir telur kepada bibinya.

"Bibi, telurnya tolong direbus, ya. Nanti kita makan seperti si Otang yang ada di majalah."

"Jadi kamu menabung untuk ini? Kenapa tidak minta uang bibi saja?"

Bibinya tersenyum menerima plastik kresek hitam dari tangan mungil keponakannya. Denok menggeleng, lalu pergi meninggalkan dapur asrama dengan hati bahagia karena rencananya berhasil. Sesekali ia melompat karena senang.

***

Hari ini Denok bermain ke Taman Baca Mentari lagi. Saat ia pergi, cuaca matahari teramat terik, namun begitu ia sampai di tempat tujuan, tiba-tiba awan hitam menyelimuti langit dan penuh dengan suara gemuruh. Denok bingung, apa dia tetap masuk atau langsung pulang saja? Karena sekilas matanya menangkap ada majalah cerita Otang yang belum pernah ia baca. Dia sangat penasaran tapi kalau hujan deras dan tak kunjung reda, nanti tidak bisa pulang. Akhirnya Denok memberanikan diri meminjam majalah tersebut kepada paman penjaga taman baca. Syukurlah, paman penjaga mengizinkan. Denok pun berlari kencang agar tidak sampai kehujanan.

Kali ini judul ceritanya adalah "Si Otang yang Gemar Menabung". Denok salut pada Otang yang akhirnya bisa membeli sepatu roda impian tanpa meminta uang orang tua. Ia membayangkan jika ia punya sepatu roda pula, tentu gadis kecil itu akan bisa sampai ke taman baca lebih cepat. Namun segera Denok membuyarkan angannya.

'Jalanan di sini kan tidak mulus, banyak batu dan berlubang, mana cocok jalan-jalan pakai sepatu roda...' pikirnya, 'Aha! Beli sepeda saja!' ia mengganti angannya.

Bibi mengamati Denok dari balik pintu lalu menghampiri dan ikut membolak-balikkan halaman majalah.

***

Anak-anak bersorak gembira, mereka bertepuk tangan dan melompat girang ketika membuka sebuah kardus besar yang dibawa ibu asrama. Celengan!

dokumentasi pribadi
"Satu orang, satu celengan, ya!" Pesan ibu asrama yang juga bibi Denok.

Hari itu, Denok tidur memeluk celengannya.

***

Denok tak pernah lagi melewatkan sarapan. Ia tak ingin kelaparan hingga harus membeli jajan. Sebisa mungkin, ia menyisihkan uang sakunya. 

'Sabar, sabar.' Batin Denok ketika pedagang gulali lewat di hadapan.

Semenjak ada celengan, Denok lebih jarang jajan. Ya, Denok paling rajin menabung di antara teman lainnya. Meski begitu, bukan berarti Denok tak pernah lalai, ia kadang juga lupa menyisihkan uang dan keasyikan jajan. Pun pernah rasanya ia ingin menyerah dan membongkar celengan. Namun bibi selalu mengingatkan cerita tentang Si Otang, bibi juga menempelkan poster bergambar sepeda di kamar Denok, sesekali  mengajak gadis kecil yang gemar membaca itu ke pasar untuk sekadar melihat-lihat sepeda.

picture source https://infobdg.com
"Denok, belajar bersabar untuk mencapai tujuan itu lebih baik, daripada tidak bersabar dan tidak mendapatkan apa-apa di masa depan." Bibi berpesan.

***

"Bibi, seberat apa celengannya agar bisa beli sepeda?" Tanya Denok setelah hampir setahun menabung. Kawan-kawan Denok pun bergantian memegang celengan Denok, mereka ingin tahu sudah seberat apa.

"Wah, celenganmu sudah berat sekali. Ini bisa beli rumah. Punyaku sudah kubongkar." Dani teman sekamar Denok mengguncang celengan. Bibi pun mengambil celengan itu.

"Kita buka sekarang?" Tawar bibi.

"Minggu depan saja, Bi. Kan masih bisa nabung seminggu lagi sebelum libur sekolah."

***

Denok pucat, ia mematung. Segera ia mengintip ke bawah kolong tempat tidur. Menyusur seluruh sudut kamar. Meneliti ruang lemari. Ia berharap menemukan yang ia cari namun semakin lama harapannya semakin redup. Ia tak temukan celengan kuningnya. Ia mengulangi pencariannya, nihil. Pecahlah tangis Denok. Hilang sudah semangatnya untuk memiliki sepeda dengan keranjang di bagian depan.

Seisi asrama berkumpul membantu mencari tabung kuning berisi harapan Denok. Setelah lelah mencari, ibu asrama menghampiri anak-anak satu persatu dan menanyai mereka serta meminta berkata jujur. Tak ada yang mengaku. Ibu asrama turut sedih.

***
"Denok, benar kamu tidak mau lagi menabung?" Bibi menghampiri Denok yang masih duduk di depan pintu kamar.

Denok mengangguk.

"Kamu masih ingin punya sepeda?"

Yang ditanya tak mau bersuara. 

"Kamu tidak ingin punya uang untuk membeli buku-buku sebanyak yang di taman baca?"

Kali ini Denok menatap bibi.

"Jika ingin, bagaimana caranya?" Denok bertanya sembari membuang pandangan ke arah lain.

"Mengumpulkan sedikit demi sedikit.

"Tapi menabung itu tidak enak, nanti kalau hilang lagi, bagaimana?" Denok tentu belum lupa kejadian kemarin sore.

"Bibi masih ingat ketika kamu begitu senang membelikan telur untuk direbus dari uang tabunganmu. Kamu rasakan kan manfaatnya? Kamu sudah belajar untuk bersabar, Sayang!" Kenang bibi.

"Itu kan kalau tidak hilang." Denok beralasan.

"Nah itu, masalahnya karena hilang bukan karena menabungnya." Bibi membelai kepala gadis kecil di sampingnya, "Daripada uang sakumu habis tak bersisa untuk membeli yang kamu tidak impikan, lebih baik kamu kumpulkan, jadi di masa depan kamu bisa menikmatinya."

"Jadi bagaimana?" Denok masih belum yakin.

"Pertama, kamu tetap bisa menabung di celengan tapi pastikan aman. Kedua, kamu bisa titip ke bibi, kamu catat jumlahnya setiap kali menabung, atau kita buka tabungan pelajar atas nama kamu sendiri, mungkin kita bisa seminggu sekali ke bank."

"Bank?"

"Ya, bank. Bank itu seperti kantor, tempat orang-orang bisa aman menabung." Bibi menjelaskan sesederhana mungkin.

Tapi..." Denok belum yakin.

"Kamu pasti berhasil, kan kamu pernah melakukannya."

***
picture source https://alibaba.com
Denok meminjam dua buku dari taman baca Mentari, ia letakkan kedua buku di keranjang sepedanya. Sepeda baru yang ia beli sendiri dari hasil menabung. Ada rasa puas pada tiap kayuhan gadis yang kini duduk di bangku kelas lima SD itu.

"Mememang ya, bersabar untuk bisa mencapai tujuan itu lebih baik daripada tidak bersabar lalu tidak mendapatkan apa-apa." Denok berceloteh sendiri, seakan ia tengah mengobrol dengan temannya, si sepeda barunya.

***

Cerita ini didukung oleh Bank Sumut.
#AyoKeBankSumut
#BanknyaOrangSumut

Ririn Anindya

......

2 komentar:

  1. Aaaaaaaa.....aku suka ceritanyaaaaaa😄. Berasa baca Bobi n liat FTV. Hehe..ajarin la cara buat cerita kek gitu...😆. Walau emotnya kek gitu, tapi Serius ini lo

    BalasHapus