Investasi: Sekarang Aja atau Tunggu Serba Ada?

Di suatu malam yang dingin berteman kacang tojin

Ra     :
"Kayaknya udah harus mikir berinvestasi."

Lin    :
"Iya, penting itu."

Ra     :
"Disarankan inves emas, tapi ini 1 gram pun belum, ahaha. Soalnya kalau tabungan biasa, biasanya kalo udah enggak ada uang di ujung bulan, main tarik aja, enggak tahan lama-lama."

Lin    :
"Dan harus cari tambahan pemasukan."

Ra     :
"Ya, harus cari tambahan pemasukan. Mungkin dimulai dari cari suami."

Lin   :
"Ya, cari suami."

Jika ada kesamaan kejadian dan inisial, percayalah ini sebuah kesengajaan dan berdasarkan kisah nyata. Coba ambil hikmahnya aja – kalau ada.

Sebenarnya itu percakapan saya dan teman saat lebaran lalu. Secara gak langsung, mulai menginsyafi perlunya persiapan keuangan. Mungkin ya, kita udah kepikiran bantu-bantu biaya nikah (emang jodoh udah ada? Udah lah, maksudnya udah tertulis di Lauwhul Mahfuz), atau pingin menyenangkan orang tua, biaya rumah kelak, atau keperluan darurat. Kalau dimulai dari sekarang aja belum tentu memadai, konon lagi nanti? Cemanalah ya namanya juga keperluan makin lama, makin kompleks.

Di sisi lain, juga berpikir kalau perlu pemasukan tambahan. Namun secara pribadi saat itu, mikirnya pemasukan tambahan = pekerjaan tambahan = waktu, tenaga, dan pikiran tambahan. Wajar sih, tapi masih sempat? Kalau sedang tidak memungkinkan mencari pekerjaan tambahan, kenapa enggak mulai mengurangi pengeluaran yang tidak perlu? 

Belum lagi, ada inflasi. Sederhananya, diperkirakan barang-barang lebih mahal 5% per 10 tahun, dengan kata lain mesti lifestyle-nya gitu-gitu aja, pengeluaran tetap akan naik 5% tiap 10 tahun.

Masih kebayang harga es lilin di kantin SD, dulu harga Rp 50 – Rp 100, sekarang es lilin standarnya Rp 1.000. Pun terngiang lagu anak-anak “Abang Tukang Bakso”, satu mangkuk saja 500 perak! Sekarang mana dapat, bakso kojek aja  udah seribuan. Jadi kalau dengar odong-odong putar lagu “Abang Tukang Bakso”, ini otak langsung hitung udah berapa persen inflasi sejak lagu itu diciptakan. Guys, udah di atas 1.000%!

Bukan Soal UN:
Kalau sekarang berkisar 10rb-25rb rupiah, berapa harga 10 tahun lagi?

So, kesimpulannya persiapan materi memang penting, dan sebisa mungkin materi yang dipersiapkan itu mengalami pertumbuhan nilai dari masa ke masa. Kalau tabungan biasa, sepertinya bukan solusi optimal untuk persiapanan jangka panjang. Udah nabung lama-lama untuk jangka panjang, nilainya tidak meningkat, tergerus inflasi dan biaya administrasi. Dan godaan buat narik dari ATM juga tinggi.  Jawaban kegalauan ini ya investasi keuangan. Tapi investasi bentuk apa?

Tetangga saya, investasi dalam bentuk sapi, Si tante dalam bentuk properti. Dulu, orang tua saya investasi dalam bentuk sebidang lahan, perlu dana darurat tahun 2006, baru tejual tahun 2012, super sekali. Karena kalau mau dijual saat itu juga, eh harga yang ditawarkan pembeli bakal buat gigit jari. Akhirnya kredit bank, seperti kebanyakan pegawai negeri.

Investasi keuangan banyak macamnya seperti emas, properti, deposito, obligasi, saham, reksadana. Sapi juga bisa jadi investasi, kayak tetangga saya tadi. Namun, setelah dipikir-pikir dengan pengalaman orang tua dan diri sendiri, ada baiknya investasti dalam bentuk yang kasih kemudahan, keamanan, kenyamanan, kesempurnaan cintaaaa.

Kemudahan
Sering malas untuk pergi bertransaksi  menyimpan atau mencairkan simpanan? Udah gitu cuma bisa di jam-jam tertentu.  Nah, sekarang ini investasi juga ada yang bisa bertransaksi secara online, dan bisa kapan aja.

Keamanan
Sistem online? Udah berapa kali ya diberitakan tentang pembobolan bank, di-hack gitu. Pilih perusahaan manajemen investasi yang memberikan keamaan. Seperti password sekali pakai yang dikirim ke ponsel pribadi, lalu juga diamankan dengan password pilihan sendiri, dan hanya bisa dicairkan di rekening bank sendiri.

Perlu diperhatikan apakah perusaahaan manajemen investasi, diawasi oleh OJK (Otoritas Jasa Keuangan)? Karena salah satu tugas OJK kan mengaudit, memantau apakah perusahaan ini sehat atau sebaliknya.

Kenyamanan
Yang ada layanan investornya lah pastinya. Dan risikonya masih masuk akal dengan keuntungan yang didapat.


Investasi bentuk emas, kayaknya udah dimulai sebelum negara api menyerang, satu - dua generasi sebelum saya sering menyarankan juga. Jadi gitu, ada uang-beli emas, cicil-cicil kumpulkannya, lalu letak dalam peti, kubur, dan buat peta harta karun. Cumanya ya, pas perlu mesti jual emasnya dulu, mau beli pun pergi ke toko dulu, atau sekarang ada juga memang tabungan mas dan baru bisa ditarik sampai nilai tertentu.

Investasi dalam bidang properti atau tanah? Uang saya sekarang cukup lah belinya, beli sekarung tanah, sebidang tanah mah kagak. 

Kalau investasi saham, umumnya memilih dan memantau investasi saham / aset secara mandiri, ya perlu cukup-cukup informasi dan keberanianlah.

Sedangkan reksadana, merupakan investasi dalam beberapa jenis investasi (saham, obligasi, atau deposito) ke beberapa perusahaan, dapat melalui perusahaan manajemen investasi. Jadi, kalau aset ada di 15 perusahaan, sedang ternyata 2 peruasaahaan tidak memberi keuntungan namun sebaliknya, masih akan di-cover 13 perusahaan lainnya yang bisa jadi justru memperoleh keuntungan.

Nantinya perusahaan Manajemen Investasi secara profesional menganalisa keuangan, melakukan pemilihan aset, dan pemanatauan investasi.

Sebagai contoh, perusahaan manajemen investasi dan salah satu jenis produk reksadana-nya yaitu Manulife kalau di iklan tivi taunya ini sih perusahaan ansuransi. Ternyata sejak tahun ’98, Manulife punya anak perusahaan yang dinamakan MAMI (Manulife Asset Management Indonesia) dengan beragam produknya.




Eh, tapi kan gaji juga bakal naik? Yakin enggak perlu persiapan untuk keadaan darurat? Atau gaji bakal cukup-cukup aja untuk pengeluaran kelak alias enggak perlu kredit sana-sini?

Pilih yang sesuai diri - termasuk aman dan nyaman juga di hati, pelajari dan cari informasi juga tentang prosesnya, serta hindari sungkan bertanya dengan yang paham atau berpengalaman. Teteup, investasi jangan tunggu serba ada, tunggu banyak uang, tunggu gajinya udah sekian, eh tahu-tahu udah datang aja masa paceklik tapi lumbungnya kosong. Kalau udah gitu, mau bilang apalagi?

Sayang, ingat, 10 – 20 tahun lagi, semakin tua udah jelas, tapi masa' harus kerja jauh lebih keras, menghadapi inflasi dan cicilan yang enggak lunas-lunas?
Kecuali dari sekarang udah mulai investasi, bisa jadi nanti kita bisa menjelajah negeri ini, pergi haji, lalu menyusuri selat Boshporus dengan cruise di Turki.

Menunda untuk menunda, dengan cara lakukan sekarang aja!

Ririn Anindya

......

Tidak ada komentar:

Posting Komentar