Awesome Journey: Lampung #1

Sambungan dari part pendahuluan.

Jumat, 18 September 2015    

Keberangkatan dari Medan

Hari itu hanya tidur 2 jam. Jam 02.30 pagi sudah terbangun, jam 4 kurang 10 sudah berangkat ke Kuala Namu diantar adik. Jalanan sangat lengang, dan jam 04.45 pagi sudah tiba di bandara, sebab pesawat akan terbang jam 05.50 WIB. Enggak sempat sarapan, makan malam juga lupa. Alhamdulillah di perjalanan menuju bandara ada mini market yang buka, jadi beli roti dan cemilan, plus gembok tas – sesuai pesan ibu.

Ini kali pertama naik Lion Air, meski pernah melihat berita maskapai ini delay, tapi dua kali teman-temanku ketinggalan penerbangan Lion. Dua – duanya anak FLP pula tuh, FLP Riau dan Sumut – dengan ceritanya masing-masing :D. Dan jelas, enggak pingin ini terjadi padaku. Namun...

“Maaf Mbak, sudah terlambat, pesawat sudah akan take off.” Jawaban itu yang kuterima saat hendak check-in.

Kubaca tiket kembali, jelas keberangkatan yang tertera adalah jam 05.50 WIB.

“Penerbangan sudah dialihkan ke Batik Air jam 5 ini, sms sudah di broadcast, Mbak.” Begitu alasannya.

“O, saya tidak ada terima sms sekali pun, ini kantor (KEHATI) yang pesan, melalui travel langganan. Jadi, gimana?”

“Akan diganti (lupa berapa persen) dari harga tiket, smsnya mungkin ke travel, Mbak.” Petugas mencoba menjelaskan dengan ramah.

“Saya pikir tidak bisa begitu, Mbak. Apa sudah dipastikan bahwa penumpang memang menerima sms-nya? Teman saya yang pesan tiket juga enggak terima sms.” Aku udah tanya di grup WA dan ternyata Mbak Jannah (KEHATI) juga enggak ada terima sms apa pun. Juga enggak bisa langsung cus ke pesawat kayak naik bus, pun secara ada bagasi T_T, efek nge-pak barang dadakan, jadi bawaan... yah begitulah.
Ransel isinya Bluwy, buku, charger, alat tulis, dompet.
Yang tas tenteng isinya pakaian. Cuma itu, kok. Iya, cuma.

Kemudian dialihkan ke petugas lainnya. Petugasnya ramah-ramah. Akhirnya diberikan penerbangan yang jam 08.30 WIB, tanpa menambah biaya apa pun. Gagal lihat sun rise dari pesawat, tapi lebih baiklah dari pada gagal berangkat. Nah, waktunya mepet karena jam 12 siang, pesawat bakal berangkat dari Jakarta menuju Lampung. Dan di chat grup WA sempat berharap Garuda delay biar aku enggak ketinggalan pesawat, ahaha.
Bar code nya di-crop, supaya apa? :D
Jadi, menunggu sementara waktu di mushola bandara, sarapan roti yang kubeli di mini market. Dan akhirnya berangkat! Pas mau ambil boarding pass, aku minta bangku yang dekat jendela.  Hari itu kabut asap lumayan pekat.

Mbak Nataly (tim Awesome Journey juga) sudah bantu check-in-kan untuk penerbangan Jakarta - Lampung, ia lebih dulu sampai Soeta. Mbak Nataly berangkat dari Padang ke Jakarta pun pukul 05.50 WIB sebagaimana harusnya aku. Mekasi Mbak Nataly. :*


Tiba di bandara Soekarno - Hatta

Sampai di Soeta, menunggu barang keluar di tempat pengambilan bagasi. Slow motion, itu barang keluarnya kayak keong, mungkin karena faktor sedang terburu-buru. Manalagi masih harus naik shuttle menuju terminal 2F. Ah iya, ini kali pertama pergi naik pesawat sendirian. Biasa bersama keluarga, urusan bagasi adalah urusan abang, aku tinggal lenggak-lenggok keluar, om sudah menunggu untuk menjemput.

Yeay, finally kami ketemu setelah drama kucing-kucingan.
Pertemuan setelah cari - mencari. Yang laki-laki sempat sholat Jumat dulu


Selamat datang di Lampung!

Kami sampai di bandara Raden Iten, Lampung sesuai jadwal. Bandaranya tidak begitu luas. Jadi bandaranya berbatasan dengan tanah yang bisa dikelola warga - enggak perhatikan betul, itu masih kawasan bandara atau bukan. Pas landing, lihat keluar jendela, ada warga yang lagi bercocok-tanam. Hari itu juga lumayan terik.

Mas Rama (Alert/TFCA/KEHATI) sudah menunggu, menjemput kami. Ada dua mobil, tim Awesome Journey dan media di mobil yang sama, mobil lainnya para panitia.

Sekitar satu jam perjalanan (tepatnya enggak ingat berapa menit atau jam, masih jet lack, alah! :D) kami singgah di RM. Agam di kota Metro. Pesananku adalah pindang baung, itu rekomendasi dari mbak waitress saat kutanya apa yang paling diminati.

Biasanya enggak begitu tertarik dengan ikan yang basah-basah begini, tapi kali ini beda. Kuahnya segar, enggak amis, sedikit pedas, ditambah rasa gurih dari ikan, dan ada asam-asamnya. Ada pula daun kemangi dan potongan nenas yang direbus bersama ikan. Lalu di makan hangat-hangat bersama nasi yang hangat pula. Suka. Poto, mana poto? Jadi sebelum makan siang, aku sholat dulu, pas kelar sholat yang lain udah mau kelar makan. Jadi ya, enggak sempat foto. Terserah kalau mau anggap ini hoax, ahaha. Harganya sekitar 30 ribu, kalau enggak salah, jadi ini dibayari kan, ya.


Sekilas tentang Badak

Sambil makan, kami mengobrol tentang beberapa mamalia yang ada di Way Kambas. Salah satunya adalah badak. Senang sekali dengar cerita tentang para hewan dari teman-teman KEHATI, kita secara enggak langsung teredukasi jadinya.

Baru tau kalau badak Indonesia itu sudah sangat-sangat langka alias terancam punah, bahkan belum tentu penduduk yang tinggal di Way Kambas itu pernah melihat badak.

Badak Jawa berbeda dengan badak Sumatera, badak Jawa bercula satu sedang badak Sumatera bercula dua. Badak adalah hewan yang pemalu, bahkan ada cerita, ada yang ketemu badak. Dianya lari, badaknya juga lari. :D. Badak juga tidak suka keramaian, hidupnya biasa diisi dengan kesendirian *tos, loh?

Perjodohan dan perkawinan antar badak juga enggak se-sederhana hewan biasanya, mesti sama-sama mood, kalau pun mood, badak mood-nya cuma bertahan 4 hari, jadi timing-nya sulit.

Teman-teman KEHATI juga bercerita tentang kisah cinta badak bernama Andalas dan Ratu, dan anaknya bernama Andatu. Ratu pernah keguguran dua kali, loh T_T. Oya, sebelumnya Andalas sempat tinggal di Kebun Binatang Los Angeles, lalu dipulangkan ke Indonesia, pakai acara penyambutan. Sedang Ratu memang berada di Indonesia. Ah, jodoh emang enggak kemana, ya. (Jodoh emang enggak kemana, tapi untuk bersama ya harus ada ikhtiar, ada jalan yang mesti ditempuh. Jadi, kapan ke rumah? *Plak, apa-apaan ini, ahaha).


Ini desa ekoswisata: Desa Labuan Ratu-9

Sekitar jam 5 sore kami sampai di desa Labuan Ratu-9. Di desa inilah akan menginap selama beberapa hari ke depan. Desa ini merupakan salah satu gerbang masuk Taman Nasional Way Kambas. Kami bergabung dengan anak-anak BW (Biodiversity Warriors) yang sudah sampai beberapa saat lebih dulu, mereka berangkat dari Jakarta sekitar pukul 7 pagi naik bus.

Kami menempati beberapa home stay. Jadi, masyarakat di desa ini umumnya sudah sadar wisata. Konsep desanya juga konsep desa ekowisata. Di home stay tempat kami berhenti, di depannya ada masjid yang lumayan luas. Sedang home stay tempatku menginap, perlu jalan beberapa meter lagi. Aku sekamar dengan Mbak Nataly (tim Awesome Journey), Mbak Jannah sekamar dengan Mbak Shita (KEHATI), terus Jane sekamar dengan Stephie (magang di KEHATI, mereka berasal dari Canberra). Satu home stay ada beberapa kamar dan lumayan nyaman. Ibu penunggu home stay juga sangat ramah, aku bahkan bisa numpang cuci - jemur *_* . Konsep home stay ini bagiku cukup menyenangkan, kita jadi bisa ngobrol banyak dengan warga setempat, sehingga dapat informasi tentang daerah ini jadi lebih mudah.

Home stay tempat mbak-mbak kece menginap. Lingkungannya aman.
Motor diletak dengan kunci enggak bakal hilang - mudah-mudahan
(tapi kita radius 5 meter dari motor lah :D)
Malamnya, kami semua makan bareng dan saling berkenalan (para BW, tim Awesome Journey, tim media, panitia), ditambah pemandu yang berasal dari masyarakat setempat - Mas Hartanto. Sebagian panitia sudah kenal tempat ini, misalnya Mas Rama yang memang mengabdi di daerah ini.

Malam perkenalan.
Yang paling kiri dan kanan di foto ini adalah Mbak Nataly dan Bang Pring.

Anak-anak BW juga dapat tugas untuk mengamati lingkungan dan melihat aspek-aspek yang dapat dikembangkan untuk meningkatkan desa ekowisata ini dan Way Kambas umumnya, yang nantinya akan dibuat semacam katalog.


Hari-hari selanjutnya akan berisi petualangan dan pelajaran. Menjelajah Way Kambas, pembekalan beberapa materi (kepenulisan & photo story), bertemu dengan gajah (apakah aku bisa peluk gajah?), berdiskusi dengan para penggiat lingkungan, menikmati tiap sisi desa ekowisata, mereguk keramah-tamahan warga, dan tentu kebersamaan yang tercipta.

Sebelum tidur, sms ibu, beri kabar dan ucapkan terima kasih. Tanpa dukungan dan ridho ibu, serta doa-doanya di waktu yang seringkali tidak diketahui, kita ini apalah. 

-bersambung - 

Ririn Anindya

......

Tidak ada komentar:

Posting Komentar