Surat yang Berkisah pada Sunyi #1

Jangan berpikir bahwa aku telah bersahabat dengan sunyi

hanya karena tidak mendesakmu segera kembali (lagi).

Kamu tahu, waktu berkali-kali mengomeliku, dia bilang bahwa tugasmu tidak mudah.

Aku tetap ingin kamu kembali,
namun yang terpenting saat ini,
kamu makan tepat waktu, istirahat cukup, dan banyak-banyak memungut cerita tentang tanah, langit, dan senyuman yang kamu tatap
di sana, di Taria, Papua.

Oh iya, pangkas rambutmu.

Seberapa jauh dan apa-apa saja yang kamu lewati untuk ke tukang pangkas aku pun ingin tahu.

Ah iya, tukang pangkasnya laki-laki, kan?

Ahaha, kenapa aku malah lebih banyak bertanya tentang tukang pangkas? Seberapa istimewanya dia?

Hal-hal yang mungkin tidak penting jika itu berkaitan denganmu menjadi penting, kenapa? Iya, aku sedang bertanya.

Atau setidaknya, sebelum pulang nanti, potongan rambutmu tidak lagi sebahu,

jangan sampai anak kita nanti salah menyapamu dengan "ibu" karena aku sudah mengajarinya mengucap kata "ayah".

Jangan bersedih hanya karena kamu tidak berada di antara kami untuk menjaga, memeriksa apakah malam sebelum tidur pintu dan jendela telah terkunci. Bukan aku tidak ingin sedikit manja dan dijaga, tapi aku yakin saat ini kita saling menjaga dengan doa.


#FlashFiction

Ririn Anindya

......

3 komentar:

  1. Doa adalah sumber kekuatan tak terhingga. Apa itu harap, apa itu cita, doa paling utama.

    BalasHapus
  2. memagut waktu dengan ikhlas,agar ketika berjumpa, si kecil akan memeluknya

    BalasHapus