Review Dee's Coaching Clinic - Penulis Nasional Berbagi Pengalaman

Foto Bareng (Foto dari dokumentasi Kak Intan) 

Kurang dua pekan sebelum deadline resensi novel Gelombang – salah satu syarat ikutan Dee’s Coaching Clinic dan bila terpilih sebagai  resensi terbaik bisa lunch bareng Mbak Dee – aku beli novel Gelombang sampai 4 buku, 3 titipan. Gayanya mau ikut resensi, tapi enggak terkejar juga, sebab dikejar deadline lain dan belum baca  4 novel Supernova sebelumnya. (ini kali namanya berkilah). X_x

Alhamdulillah, rejeki enggak kemana, dapat kesempatan ikut melalui jalur undangan (berasa SNMPTN). Mekasih ya, Bentang! ^^. Jadi lah aku ikut. Ternyata ada 10 orang teman dari komunitas yang sama denganku (4 orang karena kirim resensi  Gelombang, 4 orang  juga dapat undangan, 1 orang karena nge-host, 1 orang enggak tahu darimana – lupa tanya- nemu aja di sana :D) .

Salah satu tujuan acara ini adalah menemukan dan menabur bibit-bibit penulis di Indonesia, roadshow ini diadakan di lima kota. Oya, undangannya kan dikirim melalui email, kita diminta konfirmasi undangan sekaligus kirim tiga pertanyaan. Hari H, tepatnya 22 Maret 2015, dengan semangatnya aku berangkat dari rumah nenek di Binjai nebeng Iyik a.k.a Ranger Ungu yang juga mau ke Dee’s Coaching Clinic di Hotel Santika Medan.
Hadir di lima kota

Acara dimulai pukul 10:06 WIB, begitu Mbak Dee masuk, udah deh, semua mata tertuju padanya. Berasa ada angin lembut  yang mengiringi Mbak Dee, semua berhenti begitu pun waktu, hanya Mbak Dee dan detak jantung yang berjalan. :D

Acara dibuka dengan pertanyaan Mbak Dee ke peserta tentang aspirasi masing-masing dalam menulis. Macam-macam jawabannya, aku enggak ditanya (ditodong), enggak jawab, aku masih terpikat. :D Oya, acara waktu itu juga dihadiri Mbak Ika Natasha, pertama kali tahu Mbak Ika Natasha di acara Tulis Nusantara, Mbak Ika sebagai salah satu pembicaranya.

Coffee Break pukul 11.00WIB, Love the coffee n' cheese cake

Mbak Dee ini enggak pelit senyum, ramah, dan seru aja, enggak jaim. Jadi bentuk pelatihanya lebih ke sharing. Kita tanya, Mbak Dee berbagi pengalaman. Kebayang kan gimana nikmatnya sharing yang enggak bersandarkan sama teori, tok? Kali ini aku tanya lah, khawatir pertanyaann di email gak sempat terjawab, para peserta lain pun antusias untuk bertanya. Ini poin-poin pengalaman yang dibagi:
  1. Ketika merencanakan sesuatu, kita harus membayangkan apa akhirnya.
  2. “Saya menulis bukan karena deadline, tapi deadline adalah alat saya menulis.” 
  3. Hal penting bagi penulis, tapi tanpa ini penulis enggak maju-maju, deadline!
  4. Konkritkan yang abstrak, salah satunya dengan membuat deadline, kita perhitungkan, berapa hari udah sampai mana tulisan kita, atau sehari berapa halaman.
  5. Personifikasikan ide, anggap dia seperti manusia, agar dapat menciptakan attitude positif terhadap ide dan bersahabat dengannya. Misalnya, kita lagi garap satu ide, terus muncul ide lain yang enggak ada hubungannya dengan karya yang sedang kita garap, kita bilang begini, “De (ide), nanti dulu ya, saya selesaikan yang ini dulu, entar kalau udah kelar, kamu bagus, kita akan jumpa lagi.” Karena bagaimana pun kita mesti kembali mempertimbangkan deadline. 
  6. Lalu bagaimana kalau kita punya banyak ide tapi setengah matang? Pilih satu dan commit!
  7. Ide yang paling cakep untuk digarap adalah yang serupa rasa gatal yang tak kunjung usai. Temuka ‘rasa gatal yang tak kunjung usai’ , di situlah ide penulis akan mengalir deras.
  8. Find your love and stick with it.
  9. Rutinitas menulis tidak akan mematikan kreativitas, justru rutinitas memberikan ruang dan kesempatan pada kreativitas. 
  10. Ada hari-hari di mana penulis hanya akan bengong di depan laptop, tapi ada hari-hari di mana menulis begitu lancarnya.
  11. Page turner membuat pembaca ingin membaca dan terus ingin membaca.
  12. Untuk menciptakan page turner diperlukan logika (logika kita adalah rangkaian sebab-akibat), perhatikan kalimat, setiap akhir babak tinggalkan tanda tanya, akhir dari keseluruhan cerita baru berikan konklusi. 
  13. Fiksi yang baik adalah fiksi yang seimbang, tubrukkan atau samarkan imajinasi dengan realitas, sehingga ia kan terasa nyata. Salah satu contohnya, misalnya mengenai Bukit Jambul (di “Partikel”) dan Kopi Tiwus (“Filosofi Kopi”). Mbak Dee berhasil menyamarkannya. Setelah mengetahui realitas Bukit Jambul dan Kopi Tiwus, ada yang mengemukakan ‘patah hati’ nya, karena ia salah duga selama ini. :D
  14. Lebih sulit jadi penulis yang enggak kelihatan, yang pembaca larut dalam tulisannya tanpa memikirkan siapa penulisnya dari pada penulis yang selalu diserukan pembaca tiap mebaca  kalimat dalam tulisannya, misal, “Gila nih penulis, keren banget diksinya!”
  15. Karakter / tokoh yang dibuat harus punya kebiasaan, karena manusia adalah makhluk yang dibentuk oleh kebiasaan. (Misalnya, kebiasaanku mikirin kamu. Kamu = makanan atau bangsa :D ).
  16. Conviction – keyakinan – adalah salah satu modal penulis.
  17. Bahan yang kita perlukan seperti apa dan seberapa banyak? Takar apa yang mau kita tulis, gunakan intuisi.
  18. Riset dalam menulis itu bisa wawancara, internet, pustaka, datang langsung ke lapangan.
  19. Dari riset ini biasanya hanya 10% yang digunakan, 90% nya diperlukan untuk conviction. Dengan kata lain, menulis fiksi pun kagak bisa ngasal. ^^
  20. Lalu bagaimana kalau ide cerita yang ingin kita tulis, udah pernah ditulis orang? Semua cerita bermain di angle – sudut pandang, temukan angle yang berbeda. Miliki bank data, gunakan ‘kamera penulis’.
  21. Menulis itu crafting – kerajianan.
  22. Please, kamu enggak mesti baru nulis ketika awal sampai akhir selesai.”
  23. “Enggak masalah jika antar bab belum runut, yang penting tidak berhenti menulis.”
  24. Someone can fix a bad page, but no one can fix an empty page.”
  25. Salah satu ciri cerita bagus, cerita itu bercerita kepadamu. 
  26. OK, poin 25 ini kesatuan dari beberapa poin mengenai tahapan atau proses kreatifnya Mbak Dee. Awal-awal menulis dulu, Mbak Dee mengawal proses kreatifnya dengan membuat timeline, jadi potongan-potongan cerita dirunut dalam timeline, penggalan waktu. Makin ke sini, karena banyak yang mesti dipersiapkan, timeline agaknya tidak cukup mengakomodir, Mbak Dee pakai metode Mind Mapping (peta pikiran). Lalu ditambah pembagian menjadi empat BAB, BAB I lebih ke pengenalan tokoh, setting, kenalan sama masalah – bibit-bibit masalah itu ditanam. Lalu BAB IIA dan IIB, nah ini konflik dituai, karakter keluar dari zona nyamannya, BAB III lebih ke penyelesaian – biasanya enggak panjang-panjang. Kalau aku ngebayanginnya, empat BAB ini dibagi seperti empat kuadran dalam koordinat Cartesius, entar di tiap BAB akan ditempeli note yang isinya adegan-adegan. Adegan merupakan satuan terkecil cerita, sifatnya dinamis. Adegan-adegan ini akan membantu ketika aroma-aroma mentok nulis mulai tercium. Mbak Dee juga membuat karakter tokoh, merangkumnya dalam satu halaman (bukan satu halaman novel, maksudnya untuk bahan gambaran karakter-karakternya gimana, jadi satu halaman itu dibuat seperti pengingat karakter atau pemandu pas menulis). Karakter ini bukan inti cerita, tapi karakter adalah ‘kuli’ yang mengangkut cerita dari awal ke akhir. 
  27. Dalam cerita Mbak Dee mengatur speed-nya, jadi enggak terus-terusan speed up. Untuk speed up gunakan narasi. Untuk speed down gunakan dialog.
  28. Challenge your self!”

Goody Bag ^^
Acara ini kelar sekitar jam 13.00 WIB, ditutup dengan book signing dan foto bareng. Terima kasih Mbak Dee dan Bentang, pertemuan ini sangat berkesan dan bermanfaat untuk saya. :)



Ada cerita pas acara kelar, aku dan beberapa teman menuju parkiran untuk ambil kereta (motor). Jadi ada satu teman yang heboh karena jok (tempat duduk) kereta enggak bisa dibuka, sedang jaket dan helmnya ada di bawah jok itu (bagasi kereta), disangkutin. Dengan muka muram sambil otak-atik kunci, dia bilang, “Padahal tadi bisa, enggak pernah kayak gini, enggak pernah macet.” Kita yang ngerasa iba dan lama nunggui dia, turun tangan bantuin, ada tiga orang yang secara bergantian cari cara buka tuh jok. 10 atau 15 menit kita sibuk karena itu, tau-tau dia bilang, “Eh, ini bukan kereta aku, kereta aku yang sebelah.” -__-“. Sayang, nih anak tetap enggak halal disantap, sekiranya bisa. :D

Ririn Anindya

......

2 komentar:

  1. Kereeen aku suka, cerita terakhir hihi

    Rin gabung di Kumpulan Emak Blogger napa

    BalasHapus