Senyuman
merupakan suatu perbuatan yang sangat sederhana namun memiliki efek yang tidak
sesederhana melakukannya. Dalam Kamus
Besar Bahasa Indonesia, senyum adalah gerak tawa ekspresif dengan tidak bersuara
untuk menunjukkan rasa senang, gembira dan sebagainya dilakukan dengan menyunggingkan
bibir sedikit. Gerakan bibir ini ketika dimaksudkan untuk menghormati atau
menyenangkan hati orang lain tentu akan membuat senang penerimanya. Namun,
senyum yang dimaksudkan untuk mencibir atau juga senyum sinis dapat menimbulkan
pengaruh sebaliknya. Begitu pun dengan pelaku senyum, seringkali seseorang
tersenyum untuk menabahkan dan menegarkan dirinya ketika sebuah masalah melanda,
seolah-olah dengan tersenyum ia telah mengundang bala bantuan. Ini menunjukkan senyuman
memiliki efek psikologis secara langsung bagi penerima senyum atau pun pelaku
senyum itu sendiri.
Senyum
memiliki pengaruh baik bagi kesehatan. Senyuman dapat mengurangi stress, mengubah
suasana hati menjadi lebih baik karena saat seseorang tersenyum ia akan mengeluarkan
Endhorpin dan Serotonin. Beberapa studi telah menunjukkan bahwa senyum dapat
merangsang pengeluaran Endorphin dan Serotonin. Endorphin adalah pereda
rasa sakit secara alami, sedangkan Serotonin adalah hormon yang
mengendalikan mood seseorang.
Rasulallah
Muhammad shalallahu ‘alayhi wa sallam,
menyadari pengaruh senyuman. Beliau dikenal sebagai seorang yang menyukai
aktivitas tersebut, sebagaimana diriwayatkan oleh Abdullah bin Al-Harits bin
Jaz’in Radiyallahu’anhu, ia berkata,
“Tidak pernah aku melihat seseorang yang lebih banyak senyumannya dari
Rasulallah.” (HR. At-Tirmidzi). Senyum Rasulallah pun menjadi sebuah perangkat
beliau dalam berdakwah, seperti yang beliau lakukan kepada seorang Badui
sehingga pada akhirnya menyebabkan Badui tersebut merasakan indahnya Islam.
Dari Annas radiyallahu ‘anhu berkata,
“Saya pernah berjalan bersama Rasulallah shalallahu
‘alayhi wa sallam dimana beliau membawa selimut Najran yang tebal
pinggirnya, dan bertemu dengan seorang Badui, kemudian ia menarik selendang
Beliau dengan tarikan yang amat keras. Saya melihat leher Nabi dan pada
lehernya ada bekas ujung selimut itu karena kerasnya tarikan orang Badui,
kemudian ia berkata, “Wahai Muhammad, berikanlah kepadaku harta Allah yang ada
pada mu”. Beliau menoleh kepada orang Badui dan tersenyum, kemudian Beliau
menyuruh untuk memenuhi permintaan orang Badui tersebut”. (HR. Bukhari dan
Muslim). Tentu peristiwa ini terkandung hikmah yang bukan hanya dapat dipetik
oleh orang Badui tersebut atau para sahabat Rasulalallah, melainkan oleh
generasi ke genarasi ummat ini hingga akhir zaman. Sikap lemah lembut sendiri
merupakan sebuah strategi dakwah yang Allah ajarkan, “Sekiranya kamu keras lagi
berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu.” (Ali Imran:
159).
Rasulallah
menganjurkan bahkan memotivasi agar tidak berlaku pelit untuk tersenyum.
Sebagaimana beberapa hadis yang di dalamnya terdapat dorongan untuk tidak
meremehkan perbuatan itu. Dari abu Dzarr radiyallahu
‘anhu, Rasulallah shalallahu ‘alayhi
wa sallam bersabada, “Janganlah kamu meremehkan suatu perbuatan baik
walaupun hanya menyambut saudaramu dengan muka yang manis.” (Riwayat Muslim).
Senyum merupakan ibadah, sesuatu yang memampukan setiap orang untuk bersedekah,
“Senyummu kepada saudaramu adalah sedekah bagimu.” (Riwayat Tirmidzi). Jelas
Rasulallah yang memiliki kemuliaan akhlak memaksudkan senyuman yang merupakan ibadah
adalah senyum yang tulus. Selain untuk menyenangkan atau menhargai seseorang,
juga dalam rangka ketaatan kepada Allah dan RasulNya, bukan senyum yang
dimaksudkan menggoda yang bukan mahram, sinis, apalagi senyum dengan maksud menghinakan
orang lain. Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu berkata, Rasulallah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Janganlah kalian saling dengki, jangan
saling menipu, jangan saling membenci, jangan saling membelakangi, dan jangan
kalian membeli suatu barang yang (akan) dibeli orang. Jadilah kamu sekalian
hamba-hamba Allah yang bersaudara. Seorang muslim adalah saudara bagi muslim
yang lainnya, tidak layak untuk saling menzhalimi, berbohong kepadanya dan acuh
kepadanya. Taqwa itu ada disini (beliau sambil menunjuk dadanya 3 kali).
Cukuplah seseorang dikatakan jahat jika ia menghina saudaranya sesama muslim.
Haram bagi seorang muslim dari muslim yang lainnya, darahnya, hartanya, dan
harga dirinya” (HR. Muslim).
Senyuman
memiliki berbagai pengaruh dan merupakan tawanya para Nabi. Rasulallah sholallahu ‘alayhi wa sallam memang pernah
tertawa, namun tertawa bukanlah anjuran beliau apalagi tertawa terbahak-bahak, dari
Aisyah Radhiyallahu ‘anha berkata “Aku
tak pernah sama sekali melihat Rasulallahu tertawa dengan bebas sampai terlihat
langit-langit mulutnya, melainkan beliau hanya tersenyum.” (Riwayat Bukhari dan
Muslim).
Sungguh senyuman merupakan ibadah
sunnah yang begitu dahsyat. Ia mempengaruhi psikologi, kesehatan, penampilan,
merupakan perangkat dakwah, dan sedekah. (Ririn Anindya)
Penulis bergiat di FLP SU dan merupakan Alumni UKMI Ar-Rahman UNIMED.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar