Judul acara ini “Sarasehan Cinta”.
Temanya (walah kok gak catat temanya). Namun, intinya : Mempersiapkan ilmu
sebelum melangkah ke jenjang pernikahan. Dilaksanakan di aula Al-fityan
School Medan pada tanggal 4 Maret 2012. Pemateri adalah ustadz Surianda
dan tulang rusuk beliau, ustadzah Sri Prafanti. Diusung oleh RKI (Rumah
Keluarga Indonesia). Seketika tiba waktu penyampaian materi, maka saya pun
menyiapkan alat perang (maksudnya notebook, biar cakep catatannya). Baiklah,
begini isinya yang sempat tercatat dalam poin-poin.
Bismillahirrahmanirrahiim..
Ilmu fiqh tentang hukum menikah
sebagai berikut:
- Wajib:
bila mampu dan ada kekhawatiran terjebak pada maksiat bila tidak menikah
- Sunnah:
bila mampu dan walau belum menikah tak mengapa (tidak khawatir terjebak
pada maksiat bila belum menikah)
- Makruh:
bila belum mampu. Maka, berpuasalah.
“Wahai sekalian pemuda, barang siapa
di antara kalian yang telah mampu maka menikahlah, karena menikah lebih
menundukkan pandangan dan lebih menjaga kemaluan. Barang siapa yang belum mampu
maka hendaknya ia berpuasa sebab puasa bisa menjadi perisai baginya.” (H.R. Bukhari)
Bekal terpenting dalam menikah
adalah pemahaman, ilmu. (Sebagaimana juga di fiqh prioritas, prioitas ilmu
atas amal). Menikah tidak cukup hanya dengan modal semangat (cam kan
itu! Pen.). Jagalah kebersihan hati.
Baitul Muslim.
Hal-hal yang harus dipersiapkan
sebelum menikah ada empat poin:
- Persiapan i’tiqodhi, niat. Niatkan pernikahan ini menjadi ibadah. Hindari ta’aruf
yang berkepanjangan. Interaksi yang berlebihan dapat merusak niat.
Bermula dari individu yang islami menjadi rumah tangga yang islami lalu
menjadi masyarakat yang islami.
- Persiapan mental dan keribadian. Ikhtiar dan doa yang kuat. Salah satu
penghalang doa adalah maksiat yang ada dalam diri. Idealitas tidak
selalu sesuai dengan realitas. Mintalah yang terbaik menurut Allah.
Jangan melihat seseorang hanya pada keadaannya hari ini, misalnya materi,
dsbg. Hidup ini berproses.
- Persiapan fisik.
Kesehatan, keterampilan keluarga misalnya memasak , dsbg. Mendekati
keluarga/memperbincangkan pernikahan dengan keluarga sejak dini, meski
belum tahu siapa (calon) pasangannya. Bukan hanya sebatas kriteria
pasangan dan pernikahan atau rumah tangga secara syar’i melainkan juga walimatul
ursy yang syar’i - meski belum tahu (calon) pasangan. Perjuangkan
sejak dini.
Lalu salah seorang peserta menyela,
“Ustadz, kalau kita sudah bicara ini dan itu ke keluarga, namun kita
sendiri juga belum tahu calon pasangannya, lalu keluarga kita
bertanya “Udah ada rupanya calonmu?” Apa baiknya jawab kita?”
“Jawab saja, Ibu, doakan. Semoga ia
makin mendekat kemari.” Ekspresi beliau mantap, juaralah. Nah, kalau ditanya
seperti itu, tiru ya di rumah, ingat dengan lembut namun tegas dan yakin,
percaya diri.
4. Persiapan finansial.
Sebelum lanjut ke sesi tanya jawab,
beberapa peserta dari akhawat maupun ikhwan diminta kesediaan untuk menyebutkan
kriteria pasangannya kelak, jawabannya tidak jauh-jauh dari shaleh/ah,
ber-akhlakul karimah, bisa menerima diri dan keluarga, dan terdengarlah syarat
khusus untuk calon suami dari salah seorang akhawat (mungkin akhawat pada
umumnya, seluruh akhawat pun sepertinya, mungkin (lagi) biar gak ribet jelaskan
ke keluarga) adalah tetap bekerja meski belum punya pekerjaan tetap, tetap
berpenghasilan meski belum mempunyai penghasilan tetap. “Aman, tidak ada
yang menyaratkan ‘hati’, harta dan properti. Jadi, tunggu apa?” Celetuk
moderator. Hm, ternyata akhawat itu gak ribet.
Sesi tanya jawab.
Kali ini, peserta diberi kesempatan
untuk mengajukan pertanyaan. Diskusi pun berlangsung cukup interaktif. Mulai
dari pertanyaan sreg tidak sreg di hati, sekufu, mengajukan
syarat sebelum akad, peran pernikahan dalam dakwah, istikharah, dan sebagainya.
Baiklah, inilah jawaban yang
tercatat secara garis besar.
Nikah itu sunnah nabi, identitas
seorang muslim (pernikahan dalam islam adalah perihal yang cukup tampak
membedakan dengan agama lain). Berbeda meninggalnya seseorang yang sudah
menikah dengan orang yang telah menikah.
Setaqwa-taqwa Rabi’ah ad-dawiyah,
tidak akan menyaingi Rasulallah shollallahu ‘alayhi wa sallam dalam ketakwaan,
dan Rasulallah menikah.
Dari Anas bin Malik Radiyallahu
‘anhu, ia berkata : Ada sekelompok orang datang ke rumah istri-istri Nabi
shollallahu ‘alayhi wa sallam , mereka menanyakan tentang ibadah Nabi shollallahu
‘alayhi wa sallam. Setelah mereka diberitahu, lalu mereka merasa bahwa amal
mereka masih sedikit. Lalu mereka berkata, “Dimana kedudukan kita dari Nabi
sholallahu ‘alayhi wa sallam, sedangkan Allah telah mengampuni beliau dari
dosa-dosa beliau yang terdahulu dan yang kemudian”. Seseorang diantara mereka
berkata, “Adapun saya, sesungguhnya saya akan shalat malam terus”. Yang lain
berkata, “Saya akan puasa terus-menerus”. Yang lain lagi berkata, “Adapun saya
akan menjauhi wanita, saya tidak akan kawin selamanya”. Kemudian Rasulullah
datang kepada mereka dan bersabda, “Apakah kalian yang tadi mengatakan demikian
dan demikian ?. Ketahuilah, demi Allah, sesungguhnya aku adalah orang yang
paling takut kepada Allah diantara kalian, dan orang yang paling bertaqwa
kepada Allah diantara kalian. Sedangkan aku berpuasa dan berbuka, shalat dan
tidur, dan aku mengawini wanita. Maka barangsiapa yang membenci sunnahku,
bukanlah dari golonganku”. [HR.
Bukhari, Muslim dan lainnya]
“Seburuk-buruk kalian, adalah yang tidak
menikah, dan sehina-hina mayat kalian, adalah yang tidak menikah.” (HR Bukhari). Ketika seseorang yang telah berkeluarga
memiliki keturunan, lalu ia meninggal, doa anaknya yang sholeh merupakan amal
jariyah baginya. Pahalanya terus mengalir meski umurnya sudah habis di bumi
ini.
(Azzamkan atau persiapkan diri
untuk menikah, perihal lain jika ajal lebih dulu datang ketimbang jodoh. Yang
penting sudah meniatkan untuk melaksanakan sunnah Rasulalllah. Ingat, meniatkan
dengan mengangan-angankan itu berbeda, usahah yang membedakannya).
- Penyemangat agar menyegerakan pernikahan (untuk
semua yang belum menikah, ikhwan khusunya, untuk akhawat sing sabar wae
yo, tetap persiapkan diri).
“Shalat 2 rakaat yang diamalkan
orang yang sudah berkeluarga lebih baik, daripada 70 rakaat yang diamalkan oleh
jejaka (atau perawan).” (HR. Ibnu
Ady dalam kitab Al Kamil dari Abu Hurairah).
Sudah mantap ingin melangkah, tapi
jadi ragu karena merasa finansial belum mantap?
“Lalu, kapan mantapnya, akhi?”
Todong pemateri kepada para ikhwan. “Ingat, dari Aisyah, “Nikahilah olehmu
kaum wanita itu, maka sesungguhnya mereka akan mendatangkan harta (rezeki) bagi
kamu.” (HR Hakim & Abu Dawud).”
“Setiap manusia sudah diatur,
ditetapkan oleh Allah rezekinya. Maka, bukankah ketika digabungkan rezeki dari
kedua orang itu, maka akan bertambah banyak, ditambah lagi dengan rezeki
anak-anaknya. “ Sambung ustadzah Fanti, benar-benar duet yang
kompak.
Dang ingat pula, ketika
menikah karena Allah, karena agama ini, Allah tidak akan meninggalkanmu. Dari
Ibnu Abbas radhiallahu anhu dia berkata: Aku pernah berada di belakang
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam pada suatu hari, lalu beliau bersabda:
“Wahai anak kecil, sesungguhnya aku akan mengajarimu beberapa kalimat:
Jagalah Allah niscaya Dia akan menjagamu, jagalah Allah niscaya kau akan
menemui-Nya berada di hadapanmu. Bila kau meminta maka mintalah pada Allah dan
bila kau meminta pertolongan maka mintalah kepada Allah. Ketahuilah
sesungguhnya seandainya seluruh manusia bersatu untuk memberimu manfaat,
niscaya mereka tidak akan memberi manfaat apa pun kepadamu selain yang telah
ditakdirkan Allah untukmu. Dan seandainya mereka bersatu untuk membahayakanmu,
niscaya mereka tidak akan membahayakanmu sama sekali kecuali yang telah
ditakdirkan Allah atasmu. Pena-pena (penulis takdir) telah diangkat dan
lembaran-lembaran (tempat menulis takdir) telah kering.” (HR. At-Tirmidzi)
“Dan nikahkanlah orang-orang yang
sendirian di antara kamu, dan orang-orang yang layak (menikah) dari hamba
sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. JIKA MEREKA
MISKIN ALLAH AKAN MEMAMPUKAN MEREKA DENGAN KARUNIANYA. Dan Allah Maha Luas
(pemberianNya) dan Maha Mengetahui.” (QS
An-Nuur: 32)
“Barang siapa bertaqwa kepada Allah,
niscaya Dia akan mengadakan jalan keluar baginya dan memberi rizki dari arah
yang tidak disangka-sangka.” (QS
At-Thalaq: 2-3)
(Ayat dan hadis di atas cukup
menguatkan bahwa menikah karena menjaga agama ini dan diri sendiri dari syahwat
yang bisa saja dilampiaskan pada maksiat terang atau tersembunyi, tidak
ada yang akan menyebabkan kebangkrutan. Bertobatlah bagi pemuda yang takut
melangkah ke jenjang pernikahan tapi ragu-ragu karena khawatir bangkrut atau
MERASA terlalu papa karena belum memiliki yang serba pribadi.. ).
Salah 1 perusak amalan adalah
syahwat. Salah satu penghalang doa kita dijabah Allah adalah maksiat yang
ada pada diri.
- Sekufu
Apakah sekufu itu?
Sekufu (Al-kifa'ah) menurut
bahasa adalah kesamaan (Al-musawah). Al-kifa'ah menurut istilah Fuqaha' adalah
kesamaan antara suami istri dalam berapa perkara yang telah ditetapkan oleh
syari'at untuk mendirikan dan membina rumah tangga yang Islami.
Pemateri menegaskan, “Yang
penting agamanya. Mereka punya frame, paradigma, cara pandang yang sama.
Sehingga mampu melihat jalan yang akan dihadapi beserta
persoalan-persoalannya dengan sama (tidak penuh pertentangan/perdebatan).
Jangan kaku melihat latar belakang pendidikan, apalagi hal-hal seperti
warna kulit, tinggi badan, dsbg.
Apakah itu sekufu dalam nasab,
materi, latar belakang keluarga, yang terpenting adalah agamanya.
Sebagaimana hadis Rasulallah,
“Barangsiapa yang menikahkan
(putrinya) karena silau akan kekayaan lelaki meskipun buruk agama dan
akhlaknya, maka tidak akan pernah pernikahan itu dibarakahi-Nya, Siapa yang
menikahi seorang wanita karena kedudukannya, Allah akan menambahkan kehinaan
kepadanya, Siapa yang menikahinya karena kekayaan, Allah hanya akan memberinya
kemiskinan, Siapa yang menikahi wanita karena bagus nasabnya, Allah akan
menambahkan kerendahan padanya, Namun siapa yang menikah hanya karena ingin
menjaga pandangan dan nafsunya atau karena ingin mempererat kasih sayang, Allah
senantiasa memberi barakah dan menambah kebarakahan itu padanya” (HR. Thabrani)
“Dari Jabir radiyallahu
‘anhu, Sesungguhnya Nabi shollallahu ‘alayhi wa sallam, telah bersabda :
Sesungguhnya perempuan itu dinikahi orang karena agamanya, kedudukan, hartanya,
dan kecantikannya ; maka pilihlah yang beragama.” (HR. Muslim dan Tirmidzi)
(perihal sekufu, yang terpenting
agamanya, mengingatkan pada QS. An-Nuur:3 “Laki-laki yang berzina tidak
mengawini melainkan perempuan yang berzina atau perempuan yang musyrik; dan
perempuan yang berzina tidak dikawini melainkan oleh laki-laki yang berzina
atau laki-laki yang musyrik, dan demikian itu diharamkan atas orang-orang
mukmin.”)
Laki-laki yang baik untuk perempuan
yang baik, dan perempuan yang baik untuk laki-laki yang baik.. “…Sesungguhnya
orang yang paling mulia di antaramu di sisi Allah adalah yang paling bertaqwa.
Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” (Al-hujuraat:13).
Menikah itu bukan coba-coba, pun
ta’aruf bukan coba-coba. Sungguh lebih baik jika dimulai dari start
yang sama (pemahamannya).
- Akhawat, bersabarlah..
(Jangan asal pilih meski ketika
usia tak lagi remaja, keluarga dan kerabat beramai-ramai menawarkan nama.
Jangan batasi Allah dengan keinginan kita. Pertimbangan dan pengetahuan
terbatas. Tetap jaga prasangka baik kepada Allah. Allahu ya’lamu.. )
“Dan boleh jadi kamu membenci
sesuatu padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi pula kamu menyukai sesuatu
padahal ia amat buruk bagimu, Allah mengetahui sedang kamu tidak
mengetahui."
(QS. Al-Baqarah:216)
(ini mengingatkan pada pepatah
arab yang termakhtub kembali di novel Ranah 3 Warna, man shabara zhafira,
siapa yang bersabar akan beruntung, sabar tidak sama dengan menunda-nunda).
“Kenapa akhawat tidak sedikit yang
lama menikah?” Pertanyaan seorang peserta.
“Karena Allah mencintai. Siapa yang
jamin kedurhakaan pada Allah akan mempercepat datangnya jodoh? Siapa yang
jamin?” Yah.. ustadz mana ada yang jawab, mana ada yang bisa dan berani
jamin..
“Bukankah Allah akan menguji hamba
yang dicintainya?” sambil menekan tuts-tuts saya mengangguk.
"Dan, Allah mencintai
orang-orang yang sabar." (Al Imran: 146)
- Bertanyalah pada diri sendiri, “Keluarga seperti apa
yang kita rancang untuk keluarga kita (kelak)?”
“Jangan terlalu percaya diri nasihat
kita akan menyentuh hati, hidayah milik Allah.”
“Orang yag baik agamanya ketika
marah tidak akan memukul. Pukulan pasangan akan lebih sakit dibanding pukulan
guru semasa SD.“
- ISTIKHARAH
“Istikharah; menyediakan hati
yang lapang, dalam berdialog dengan Allah untuk mengambil keputusan. Istikharah
itu jangan ada niat dari awal menolak, tidak ada manfaatnya.”
(Tanpa menyebutkan nama seseorang yang kita harapkan, Allah
sudah tahu yang kita maksud. Mintalah yang terbaik menurut Allah. Allah
lebih mengetahui).
Catatan lainnya:
- Mengazzamkan atau mempersiapkan diri untuk menikah,
perihal lain jika ajal lebih dulu datang ketimbang jodoh. Yang penting
sudah meniatkan untuk melaksanakan sunnah Rasulalllah.
- Tidak boleh interaksi itu membanding-bandingkan.
- “Apabila datang kepadamu seorang yang engkau sukai
agama dan akhlaknya untuk mengkhitbah, maka terimalah! Kalau tidak engkau
lakukan maka akan terjadi fitnah dan kerusakan besar dii muka bumi” (HR.Tirmidzi).
- Doa istri kepada suami mustajabah dan sebaliknya.
- Sebuah pernyataan: “Yang tidak mendapat kasih sayang
membuat seseorang sulit membagi kasih sayang”.
- Nah, ini agak fenomenal mendengarnya. “Sebejat-bejat
lelaki, menginginkan perempuan sholehah untuk menjadi istrinya dan ibu
dari anak-anaknya.”
- Luruskan niat karena Allah, jaga kebersihan hati. Umar
bin Al Khattab Radiyallahu ‘anhu berkata, “Saya mendengar Rasulallah
sholallahu ‘alayhi wa sallam bersabda: Sesungguhnya setiap perbuatan
tergantung niatnya. Dan sesungguhnya setiap orang (akan dibalas)
berdasarkan apa yang dia niatkan. Siapa yang hijrahnya karena (ingin
mendapatkan keridhaan) Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya kepada
(keridhaan) Allah dan Rasul-Nya. Dan siapa yang hijrahnya karena
menginginkan kehidupan yang layak di dunia atau karena wanita yang ingin
dinikahinya maka hijrahnya (akan bernilai sebagaimana) yang dia niatkan.”
(HR. Bukhari, Muslim).
- Seorang laki-laki dan perempuan boleh untuk menentukan
syarat sebelum pernikahan. Misalnya, ia anak (perempuan) tunggal, dan
ibunya sedang sakit, tak ada yang mengurus ibunya selain dia, atau pun
kalau ada, ia ingin mengurus ibunya itu. Si perempuan boleh mengajukan
syarat, agar diizinkan tetap tinggal dirumahnya, agar dapat mengurusi
ibunya.
- Bacalah sirah, Usamah bin Zaid. Sebelum menjadi
panglima di usia 18 tahun, Usamah bin Zaid telah
menikah dengan Fatimah binti Qais di usia 16
tahun.
- Cantumkan visi, misi menikah jika membuat proposal. Dan
tak kalah penting, tak usahlah banyak gaya dalam foto proposal!
Akhirul qalam, di sini bukanlah
tempat bergalau-an tralala, namun menemukan atau mengembalikan orientasi
menikah pada jalur yang benar. Allahu’alam. (Ririn Anindya)
-Maret, Rumah Cahaya FLP SU-
Alhamdulillah nambah ilmu lagi
BalasHapus